SANTUN BERBAHASA SEBAGAI SARANA BERKOMUNIKASI DALAM MASYARAKAT

SANTUN BERBAHASA SEBAGAI SARANA
BERKOMUNIKASI DALAM MASYARAKAT

DOSEN PENGAMPU
Dra. Nurnisai Muslihah, M.Pd.



DISUSUN OLEH :
Ridwan Purnama Putra
( 2012045 )


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMI PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPLUBIK INDONESIA
( STKIP-PGRI ) LUBUKLINGGAU
2015

KATA PENGANTAR
Makalah ini dibuat lantaran banyak sekali permasalahan yang timbul di dalam proses komunikasi masyarakat luas. Bahasa merupakan tingkat permasalahan yang harus diperhatikan. Sebab bawaan bahasa yang dipakai menentukan kenyamanan dalam berkomunikasi. Permasalahan yang timbul dalam bahasa tersebut adalah bagaimana bawaan bahasa yang dilakukan oleh pembicara dan lawan bicara itu tidak terlihat sopan dan santun. Bahasa indonesia memang sudah memiliki kaidah bahasa yang baik dan benar. Namun pada kenyataanya, pemakaian bahasa yang dilakukan masyarakat tidak efektif, maka timbullah permasalahan permasalahan tersebut. Hal inilah yang menjadi sebab penyusunan makalah ini dibuat. Dengan judul “ Santun Berbahasa Sebagai Sarana Komunikasi Dalam Masyarakat “.
Makalah santun berbahasa sebagai sarana komunikasi dalam masyarakat ini membahas dan menjelaskan berbagai macam permasalahan dalam berbahasa secara santun. Setelah pembaca membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat menerapkan cara berbahasa santun dalam kehidupan sehari-harinya. Rasa syukur selalu dipanjatkan kepada Allah SWT, karena mberkat rahmat taufik dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Proses penyusunan makalah ini tentunya mendapat bimbingan dan arahan  serta motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.      Ayah dan Ibu yang telah memberikan dukungan dan motivasi
2.      Dosen pembimbing : Dra. Nurnisai Muslihah,M.Pd. atas bimbingan dan arahanya selama penulisan makalah ini
3.       Beserta teman-teman di kelas VII B.
Meskipun sudah dipersiapkan jauh-jauh hari, isi dan penulisan makalah ini masih banyak ketimpangan. Oleh karena itu, masukan, kritik, dan saran dari pembaca sangat untuk penyempurnaan makalah ini.
                                                      Penulis 

Ridwan Purnama Putra
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang......................................................................................  1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................  2
C.     Tujuan................................................................................................... 2
D.    Manfaat................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Bahasan Santun..................................................................... 4
B.     Bentuk, Alasan, Serta Cara Dalam Berbahasa Santun............................. 4
C.     Nilai-Nilai Pendukung Kesantunan  Berbahasa.................................... ...9
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan......................................................................................... .12
B.     Saran...................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................



 BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
bahasa merupakan alat mutlak yang harus digunakan dalam proses berkomunikasi. Manusia menjadi faktor utama dalam pemakaian bahasa tersebut. Sebab, dari bahasa itulah manusia akan terlihat karkternya masing-masing. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Prof. Pranowo yang mengatakan bahwa bahasa merupakan cermin kepribadian seseorang. Bahkan, merupakan cermin kepribadian bangsa, artinya melalui bahasa yang digunakan seseorang atau suatu bangsa dapat diketahui kepribadianya. ( Pranowo, 2009 : 3 ). Prof. Anderson juga mengatakan bahwa bahasa adalah sebagai alat komunikasi yang berhubungan erat dengan kebudayaan setempat yang memiliki sifat yang khas. ( Anderson,1972 : 35). Bahkan seorang ahli lain yaitu, H Douglas Brown, mengatakan bahwa bahasa dapat beroperasi dalam suatu masyarakat bahasa dan budaya yang pada hakikatnya bersifat kemanusiaan. ( Brown, 1980 : 5). Dari pendapat para ahli tersebut maka dapat dikatakan bahwa bahasalah yang dapat membantu manusia dalam berkomunikasi, bahkan melalui bawaan bahasa tersebut manusia dapat diketahui sifat khas dan kepribadianya masing-masing. Apabila bawaan bahasa dibawakan secara santun maka dapat dikatakan bahwa kepribadianya baik , begitu pula sebaliknya.
Kita akan sulit mengukur, apakah seseorang memiliki kepribadian baik atau buruk jika mereka tidak mengungkapkan pikiran atau perasaanya melalui tindak bahsanya. Prof Pranowo mengatakan dalam bukunya “ Berbahasa Secara Santun “ bahwa tindak bahasa mempunyai dua tindak bahasa yaitu; Bahasa Veral dan Bahasa Non Verbal. Bahasa Verbal adalah bahasa yang diungkapkan dengan kata-kata dalam bentuk ujaran atau tulisan. Sedangkan Bahasa Non Verbal adalah bahasa yang diungkapkan dalam bentuk mimik, gerak gerik tubuh, sikap, atau prilaku. ( Pranowo, 2009 ; 3 ). Dari penjelasan dua tindak bahasa tersebut yang mudah dilihat dan diamati adalah bahasa Verbal yang berupa kata-kata dan ujaran. Kenapa? Karena melalui bahasa Verbal inilah manusia dapat diketahui keribadianya baik atau buruk, yang dilihat dari cara penyampaian atau penggunaan bahasanya masing-masing. Maka dari itu negara kita dapat dikatakan sebagai negara yang Multi Lingual ( banyak bahasa ), seperti; jawa, sunda, batak, wong kito, madura, papua, bali, minang, dan lain sebagainya. Semua bahasa tersebut menunjukan karakter wilayah dan prilaku kepribadian masyarakat. Hal inilah yang menjadi ciri khas tersendiri di negara kita tercinta ini. Maka dari situlah dibentuk bahasa pemersatu yaitu bahasa indonesia yang pada saat ini menjadi bahasa murni murni atau bahasa yang digunakan oleh negara indonesia. Bahasa indonesia ini berfungsi untuk menyatukan bahasa-bahasa yang ada di negara kita ini. Bahasa indonesia juga mengajarkan kepada setiap pemakainya agar untuk bersantun bahasa dalam berkomunikasi, agar tercipta suasana yang harmonis, akrab, serta timbulah jiwa atau rasa kekeluargaan antar bahasa dan suku di negara kita ini. Namun pada kenyataanya bahasa yang santun belum sepenuhn ya digunakan oleh masyarakat indonesia. Sehingga masih timbul kekerasan, cemoohan, bahkan pelecehan. Hal tersebutlah yang membuat penulis menyusun makalah ini. Pentingkah kita bersantun bahasa dalam berkomunikasi di kalangan masyarakat? Dan seperti apakah bahasa santun tersebut? Serta apa makna yang sebenarnya dari bahasa santun tersebut? Smuanya akan terbahas di dalam makalah ini. Tentunya makalah ini dapat dijadikan pedoman dan acuan agar kita dapat berbahasa santun dalam berkomunikasi di kalangan masyarakat luas dengan tujuan yang salah satunya agar kepribadian kita juga dinilai baik oleh seluruh insan masyarakat.
B.  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan bahasa santun?
2.      Seperti apakah bentuk, alasan serta cara dalam berbahasa santun?
3.      Apa saja nilai-nilai pendukung kesantunan berbahasa?
C.  Tujuan
Dalam penyususnan makalah ini dengan melihat dari permasalahan-permasalahan yang akan dideskripsikan di dalamnya, tentunya penyususnan makalah ini mempunyai tujuan, dimana tujuan tersebut adalah sebagai berikut :

1.      Memahami makna dari bahasa yang santun.
2.      Mengetahui bentuk, alasan serta cara berbahasa santun.
3.      Memahami nilai-nilai yang terkandung dalam bahasa santun.
D.  Manfaat
Makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa khususnya, untuk mengetahui dan mendalami tentang bahasa santun dikalangan masyarakat. Bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya, yang dapat mengetahui teknik atau cara di dalam berbahasa santun. Begitu pentingnya berbahasa santun dalam bberkomunikasi dengan masyarakat, demi menimbulkan suasana harmonis dan saling menghargai.


                                                                            BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Bahasa Santun
Ungkapan kepribadian seseorang yang perlu dikembangkan adalah ungkapan baik, benar, dan santun sehingga mencerminkan budi halus dan pekerti luhur seseorang. Tentunya dapat dikatakan bahwa bahasa yang santun adalah bahasa yang diungkapkan oleh seseorang, dimana bahasa yang diungkapkan tersusun dengan baik, sehingga tidak menimbulkan konflik diantara pelaku komunikasi. Hal ini selaras dengan pendapat Prof. Pranowo dalam bukunya ‘Berbahasa Secara Santun’ Iya mengatakan bahwa, bahasa yang santun adalah bahasa yang disusun oleh penutur / penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca. ( Pranowo, 2009:4). Prof. Hendry Guntur Tarigan juga menjelaskan dalam bukunya, bahwasanya bahasa santun dimanifestasikan bukan hanya dalam “isi” percakapan tetapi juga dalam “cara” mengola percakapan serta menstrukturinya yang dilakukan oleh para partisipanya. (Tarigan,1986: 89). Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwasanya bahasa santun adalah bahasa yang digunakan oelh seseorang yang sudah disusun dengan baik serta tidak menyinggung perasaan orang lain, diman bahasa santun tersebut digunakan pada waktu dan situasi (suasana) yang tepat. Kesantunan tersebut akan memberikan dampak positif bagi para pemerhati dan pemakainya. Masyarakat akan menilai dengan baik bagi nsetiap insan yang selalu santun dalam berbahasa. Pandangan masyarakat kepada pemakai bahasa santun bahwa orang tersebut memiliki etika yang baik, jujur, pribadi luhur, dan luhur, yang menimbulkan suasana yang harmonis, tenang, akrab, serta menimbulkann jiwa kekeluargaan yang tinggi. Berbahasa santun juga diyakini tidak akan menimbulkan konflik dan kesalapahaman anatar pelaku komunikasi.
B.   Bentuk, Alasan, Serta Cara Dalam Berbahasa Santun
Ketika seseorang sedang menyampaikan maksud inginmeminta tolong pada orang lain, hendaknya maksud tersebut disampaikan dengan santun. Jika permintaan tolong itu ditunjukan kepada seseorang yang dihormati.  Hendaknya digunakan dengan kata-kata imperatif halus. Seperti “mohon bantuan” “sudilah kiranya “ “apakah bapak berkenan” dan sebagainya. Disamping itu, jika maksud ingin minta bantuan tersebut disampaikan menggunakan bahasa lisan, penutur hendaknya menyertai sikap-sikap yang sudah disepakati  sebagai rasa hormat (badan membungkuk , pandangan mata tidak melotot, volume suara tidak terlalu keras, dan sebagainya).
Prof. Pranowo kembali menjelaskan dalam bukunya “ agar pemakaian bahasa terasa semakin santun, penutur dapat bebahasa menggunakan bentuk-bentuk tertentu yang dapat dirasakan sebagai bahasa yang santun seperti :
1.      Menggunakan tuturan tidak langsung biasanya terasa lebih santun jika dibandingkan dengan tuturan yang diungkapkan secara langsung. Misalnya:
a.       Bawa kesini , tas yang ada dimeja anda irtu! (kurang sopan)
b.      Tas yang ada di meja anda itu milik saya. Tolong ambilkan dan bawa kesini.(pemakaian bahasa tolong terasa lebih santun)
c.       Maaf pak, tas yang dimeja itu menggangu Bapak (sambil menjalurkan tangan ke arah mitra tutur ( mrnggunkan kata maaf tidak menyuruh, tetapi menjalurkan tangan ke arah mitra tutur, suruhan tidak langsung terasa lebih santun).
2.      Pemakaian bahasa dengan kata-kata kias terasa lebih santun dibandingkan dengan pemakaian bahasa kata-kata lugas. Misalnya :
a.       Jika tidak sependapat dengan orang lain, orang batak selalu mengungkapkan perasaanya dengan kasar. (tidak santun karena menggunakan kata lugas “kasar” )
b.      Jika tidak sependapat dengan orang lain, orang batak lebih suka terbuka dan terus terang. (lebih snatun karena menggunkan ungkapan bermakna kias “lebih suka terbuka dan terus terang” )
3.      Ungkapan memakai gaya bahasa penghalus terasa lebih santun dibandingkan ungkapan biasa. Misalnya :
a.       Badanmu sekarang kok nampak kurus, apakah baru sakit? ( kurang santun karena menggunakan ungkapan biasa dengan kata “kurus” ).
b.      Badanmu sekarang namapak lebih langsing, apakah baru sakit? ( lebih santun karena menggunakan bahasa Eufunisme ).
4.      Tuturan yang dikatakan berbeda dengan yang dimaksudkan biasanya tuturan lebih santun. Misalnya :
a.       Kemarin tidak kuliah katanya sakit, kok keluyuran sampe sekaten kamu! ( tuturan kurang santun karena yang dikatakan dengan yang dimaksud sama berupa teguran sehingga mempermalukan mitra tutur )
b.      Kemarin kamu tidak kuliah katanya sakit, disekaten ada dokter buka praktek apa tik ? ( tuturan yang dikatakan berupa pertanyaan terotis, tetapi maksudnya menyeindir, terasa lebih santun )
5.      Tuturan yang dikatakan lebih implisit biasanya lebih santun dibandingkan dengan tuturan yang dikatakan secara eksplisit. Misalnya :
a.       Katanya parpol besar, kalah strategi dalam merebut kursi presiden ataukah memilih menjadi oposan? ( terlalu vulgar sehingga tidak santun ).
Setiap parpol masti ingin memenangkan pilpres, meskipun ada juga parpol yang hobinya menjadi opison. ( sindiran seseorang tokoh yang parpolnya menjadi penguasa. Terhadap tokoh parpol besar lain, tetapi tidak mampu merebut kursi pemerintah terasa lebih santun ).
b.      Katanya berpihak keoada rakyat kecil, juga harga beras juga diturunkan, berpihaknya kepada petani dimana? ( terlalu lugas terasa kurang santun ).
Jika ada tokoh parpol yang ingin menurunkan harga sembako lebih murah lagi, bagaimana nasib petani yang menanam padi dan hasilnya harus dengan harga rendah! ( penolakan secara implisit terhadap parpol yang berkampanye dengan menggunakan slogan ‘sembako murah’ terasa lebih santun ).
( Pranowo, 2009 : 6-8 )



Berbahasa secara baik, benar dan santun dapat menjadi kebiasaan dan dapat membentuk prilaku seseorang menjadi lebih baik. Memang ada kontrovesi pendapat hubungan antara bahasa dan prilaku manusia. Ada yang berpendapat bahwa bahasa membentuk prilaku manusia. Ada yang berpendapat bahwa bahasa membentuk prilaku manusia. Jika prilaku manusia dianggap sebagai kebudayaan, ada pendapat yang mengatakan bahwa prilaku manusialah yang menentukan bahasa ( kebudayaan menentukan prilaku manusia ). Namun, ada yang berpendapat bahwa bahasa dan kebudayaan saling mempengaruhi. Untuk mengurangi pro kontra pendapat, tampaknya yang menjadi penengah adalah bahwa bahasa dan kebudayaan saling mempengaruhi. Dengan kata lain, pada suatu saat bahasa membentuk kebudayaan ada benarnya. Disaat yang lain, kebudayaan menentukan bahasa juga ada benarnya. (Blown, 1987).
Berbahasa secara santun tentunya memiliki aturan serta alasan mengapa kita sebagai insan manusia harus berbahasa secara santun dikalangan masyarakat.membentuk suatu keharmonisan, ketenangan, keamanan, serta jiwa kekeluargaan yang harus terbentuk ditengah-tengah masyarakat, merupakan perihal yang tepat kenapa kita harus santun berbahasa dikalangan masyaraka. Sebab, dari sudut pandang masyarakat, saya yakin bahwasanya masyarakat akan mdah menerima orang yang suka atau selalu berbahasa secara santun dibandingkan dengan orang yang tidak berbahasa santun. Alasan-alasan tersebut diyakini akan membawa manusia untuk hidup lebih sejahtera lagi agar tercapai bentuk saling menghargai dan menjaga antar sesama umat manusia.
Alasan mengapa seseorang harus menggunakan bahasa santun di dalam masyarakat adalah sebagai berikut :
a.       Penghormatan kepada orang lain
Dapat menggunakan bahasa yang santun, berarti seseorangh telah menunjukan sikap penghargaanya kepada orang lain serta memperlakukanya sebagaimana seharusnya manusia.
b.      Harmonis
Kehidupan yang harmonis antar individu dalam masyarakat akan sulit tercapai jika anggota-anggota masyarakat tidak memiliki etika dan sopan santun dalam  berbahasa. Kasus-kasus perkelahian antar individu, antar kelompok, bahkan antar kampung sering terjadi karena ketidaksantunan dalam berbahasa. Saling ejek, saling melontarkan kata-kata yang kasar menghina, merendahkan, memancing emosi hingga berujung perkelahian. Agar hal ini tidak terjadi maka kesantunan dalam berbahasa sangat dibutuhkan agar tidak terjadi hal-hal yang dimaksud.
c.       Saling pengertian
Santun berbahasa juga dapat menghindarkan teradinya kesalahpahaman antar orang-orang yang melakukan kegiatan komunikasi.

Baik atau tidaknya seseorang akan dilihta dari bahasa yang digunakan serta cara dalam berbahasa. Sebab, bahasa yang digunakanya akan memiliki peran yang penting selama hiduonya disuatu wilayah atau tempat. Prof. Pranowo mengatakan bahwa penggunaan gaya bahasa juga mnenetukan seorang penutur dapat dilihat tingkat kesantunanya dalam berbahasa. Berikut beberapa gaya bahasa menurut Prof. Pranowo :
a.       Majas Hiperbola
Hiperbola adalah salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang memperbandingkan semua dengan suatu hal yang lain secara berlebihan. Contoh : “ negara hanya menjadi ajang pesta poranya pejabat dan penjahat yang tak bermoral “
b.      Majas Perumpamaan
Perumpamaan adalah salah satu jenis gaya bahasa perbandingan mampu menambah daya bahasa tuturan, dengan metafora penutur mampu melukiskan atau menggambarkan suatu objek melalui komparasi atau kontras. “ Ansor harus cerdas dan cermat, karena pilgub adalah perjudian yang menyebabkan ahlulsunnah waljama’ah menjadi babak belur “
c.       Majas Efunisme
Efunisme adalah salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal dengan menggunakan pembanding lebih halus. Contoh : “ ada suatu yang harus diklarifikasi, hanya dengan itu air yang keruh bisa dijernihkan”.

Dari berbagai penjelasan maka dapat disimpulkan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar mampu berbahasa secara santun :
a.       Berbahasa santun tidak harus menggunakan bahasa yang baku, tetapi gunakanlah bahasa yang sesuai dengan keadaan situasi dan ragamnya.
b.      Bertuturlah mengenai topik yang jelas dan juga dimengerti oleh lawan bicara.
c.       Buatlah lawan bicara menjadi tertarik sehingga mereka mudah memahami.
d.      Kenali lawan bicara dengan benar.
e.       Cipatakan kontek suasana yang menyenangkan dan harmonis.
f.       Gunakan gaya bahasa tertentu yang sesuai dengan maksud.
C.  Nilai-Nilai Pendukung Kesantunan Berbahasa
Setiap insan yang selalu menggunakan bahasa secara santun dikalangan masyarakat pasti akan merasakan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Dimana sikap saling menghargai, mawas diri, hormat dan selalu menerima dengan ikhlas pendapat orang lain dikatakan sebagai nilai yang terkandung di didalamnya. Hal ini selaras dengan pendapat Prof. Pranowo dalam bukunya, beliau menjelaskan bahwa nilai-nilai yang terkandung atau pendukung kesantunan berbahasa santun sebagai berikut :
a.       Sifat rendah hati
Sifat rendah hati sebagai salah satu nilai yang diunggulkan dalam budaya jawa, merupakan sikap universal manusia. Artinya; manusia dimanapun dapat memiliki sifat tersebut  dan daapat memanisfestasikanya dalam berkomunikasi. Sikap rendah hati sering dipersepsi oleh masyarakat sebagai sifat khas budaya jawa karena budaya jawa mengidealkan rendah hati menjadi sifat manusia luhur. Dalam budaya jawa sifat rendah hati disebut dengan istilah “andap ansor” atau “lembah manuh”.


b.      Sikap empan papan
Disamping rendah hati, ada juga sikap empan papan. Empan papan adalah kesanggupan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan tempat dan waktu dalam bertindak dengan mitra tutur. Sikap ini dianggap sebagai nilai luhur karena seseorang mampu mengendalikan diri untuk tidak mengganggu orang lain dalam situasi tertentu, berbeda dengan situasi normal.
c.       Sikap menjaga perasaan
Dalam berkomunikasi masyarakat jawa tidak hanya mengandalkan pikiran. Meskipun yang ingin dikomunikasikan adalah sebuah pikiran. Tetapi ketika akan menyampaikan maksud kepada mitra tutur, biasanya terlebih dajulu berusaha menjaga perasaan (jaga rasa). Hall ini dilakukan agar komunikasi selalu terjaga kesantunanya. Yang harus diperhatikan dari pihak mitra tutur adalah suasana hati, kesiapan hatu, dan kesiapanya.
d.      Sikap mau berkorban
Sikap mau berkorban adalah kesanggupan seseorang untuk mau berkorban dengan menegsampingkan kepentingan diri sendiri dan tetap mau bekerja keras untuk kepentingan orang lain. Sikap ini biasanya hanya diperuntungkan bagi orang yang menjadi pemimpin. Padahal sebenarnya ini berlaku kepada setiap orang. Sifat ini diyakini menjadi nilai pendukung dalam kegiatan berbahasa secara santun.
e.       Sikap mawas diri
Setiap orang hendaknya mampu mawas diri terhadap segala yang pernah dilakukan. Jika seseorang mampu mawas diri, manifestasinya adalah bisa rumangsa. Artinya seseorng harus selalu tahu diri. Jangan merasa selalu benar dan bisa sendiri (serba bisa). Bisa rumangsa adalah cermin kerendahan hati , sedangkan rumangsa bisa merupakan cermin kesombongan.
( Pranowo, 2009 : 111-121)


Dari penjelasan nilai pendukung santun berbahasa diatas, maka dapat dikatakan bahwa manusia harus memiliki kesiapan baik rohani maupun jasmani. Dimana kesiapan rohani yang harus diutamakan karena menyangkut nilai-nilai pendukung tersebut. Agar kita dapat melakukan dengan baik dalam berbahasa santun dikalangan masyarakat. (Lecch 1983 ) mengemukakan agar tuturan dapat santu hendaknya memperhatikan kebijaksanaan “taxct maxim” (berilah keuntungan bagi mitra tutur), “mxim kedermawanaan” ( maksimalkan kerugian pada diri sendiri ), “maxim pujian” (maksimalkan pujian pada mitra tutur), “maxim kerendahan hati” (minimalkan pujian untuk diri sendiri), “maxim kesetujuan” (maksimalkan kesetujuan kepada mitra tutur), “maxim simpati” (maksimalkan simpati kepada mitra tutur), “maxim pertimbangan” (minimalkan rasa tidak tenang pada mitra tutur dan maksimalkan rasa senang kepada mitra tutur).

                                                                           BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Ungkapan kepribadian seseorang yang perlu dikembangkan adalah ungkapan kepribadian yang baik, benar, dan santun sehingga mencerminkan budi halus dan pekerti luhur seseorang. Budi halus dan pekerti luhur merupakan tolak ukur kepribadian seseorang. Sebenarnya, setiap orang mengharapakan agar sikap, prilaku, ujaran, tulisan, maupun penampilan dalam kehidupan sehari-hari mencerminkan kesantunan berbahasa. Dengan kata lain, setiap orang ingin memiliki kepribadian yang baik, benar, dan santun. Berbahasa santun merupakan hal yang mutlak yang harus dipakai dalam kegiatan komunikasi dikalangan masyarakat dalam sehari-harinya. Dengan alasan bahwa hidup harus dapat saling menghormati antar sesama masyarakat. Menciptakan suasana yang harmonis, dan saling pengertian antar sesama masyarakat. Hanya bahasa santunlah yang diyakini dapat merealisasikan semua itu. Namun, berbahasa santun dikalanagan masyarakat juga mempunyai cara, dimana cara tersebut tercermin pada situasi dan kondisi tempat lawan bicara, pemilihan kata dan gaya bahasa yang dipakai juga dapat membantu dalam santun berbahasa. Disamping berbahasa santun, dikalangan masyarakat, terdapat nilai-nilai pendukungnya yang harus diperhatikan oleh kita semua selaku pembicara. Nilai tersebut diantaranya; sifat rendah hati, empan papan, sikap menjaga perasaan, sikap mau berkorban, dan sikap mawas diri.
B.  Saran
Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang terdapat dalam pembahasan makalah ini, mengenai “Santun Berbahasa Sebagai Sarana Komunikasi Dalam Masyarakat” diaharapkan semua insan yang sudah membacanya mampu menggunakan bahasa yang santun dalam berkomunikasi. Agar tercipta suasana yang harmonis, saling menghargai, antar sesama masyarakat, serta timbul jiwa kekeluargaan yang baik dan terjaga samapai kapanpun. Gunakanlah bahasa santun ini baik dilingkungan sekolah, remaja, maupun lingkungan masayarakat setempat. 
DAFTAR PUSTAKA

https://t-okesputralinggau.blogspot.com santun berbahasa sebagai sarana   berkomunikasi dalam masyarakat
     Pranowo. 2008. Berbahasa Secara Santun, Jakarta : Rineka Cipta
Tarigan. H.G. 1986. Penagajaran Pragmatik. Bandung : Angkasa Bandung
Selly.2011. Berbahasa Santun. www.meylanasari.blogspot.com 
http://meylanasari.blogspot.co.id/2017/01/santun-berbahasa-sebagai-sarana.html



EmoticonEmoticon