proposal bahasa indonesia peranan karya sastra dalam meningkatkan pendidikan karakter

BAB I
PENDAHULUAN

           1.1            Latar Belakang

   Kondisi masyarakat dewasa ini sangat memprihatinkan. Perkelahian, pembunuhan, kesenjangan sosial, ketidakadilan, perampokan, korupsi, pelecehan seksual, penipuan, fitnah terjadi di mana-mana. Hal itu dapat diketahui lewat berbagai media cetak atau elektronik, seperti surat kabar, televisi atau  internet. Bahkan, tidak jarang kondisi seperti itu dapat disaksikan secara langsung di tengah masyarakat.

  Keprihatinan terhadap kondisi masyarakat yang demikian itu, menumbuhkan semangat untuk mengkaji sebab dan mencari pemecahannya. Penelitian dan seminar mengenai masalah tersebut telah berkali-kali diselenggarakan oleh berbagai instansi, baik pemerintah maupun swasta. Ujungnya adalah persamaaan persepsi terhadap pentingnya menggalakkan pendidikan karakter.

  Respon masyarakat terhadap pendidikan karakter berbeda-beda. Di kalangan kelompok pendidik  muncul pendapat tentang perlunya pendidikan budi pekerti, sedangkan  agamawan memandang perlunya  penguatan pendidikan agama. Mereka yang berkecimpung di bidang politik mengusulkan revitalisasi pendidikan Pancasila.  Dalam hal ini, Kemendiknas telah merespon berbagai pendapat itu dengan membentuk Tim Pengembang Pendidikan Karakter.
   
Selanjutnya, para guru terutama guru bahasa dan sastra Indonesia ingin menyumbangkan pemikiran tentang perlunya pendidikan apresiasi sastra terhadap pembentukan karakter siswa. Melalui sastra diharapkan dapat terwariskan nilai-nilai luhur kearifan lokal guna membendung pengaruh negatif era globalisasi. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk diketahui tentang sejauhmana “Peranan Karya Sastra dalam Meningkatkan Pendidikan Karakter”.
1.2            Rumusan Masalah
1.     Apakah pendidikan karakter dan satra itu?
2.  Bagaimana peranan karya sastra dalam meningkatkan pendidikan karakter?
3.     Bagaimana relevansi sastra terhadap pendidikan karakter?
  4.     Bagaimana pengaruh sastra terhadap pendidikan karakter ?                  

          1.3            Tujuan
       1.     Untuk mengetahui pengertian pendidikan karakter dan sastra.
       2.     Untuk mengetahui relevansi sastra terhadap pendidikan karakter.
       3.     Untuk mengetahui pengaruh apresiasi sastra terhadap pendidikan karakter.
       4.     Untuk mengetahui peranan karya sastra dalam meningkatkan pendidikan karakter.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Pendidikan Karakter dan Sastra
       1.     Pendidikan Karakter
Karakter menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti. Karakter dapat diartikan sebagai tabiat, yaitu perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan atau kebiasaan.
     Pengertian karakter menurut para ahli, adalah sebagai berikut:
  1. a.     Menurut Suyanto (2009) mendefinisikan karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun  negara.
  2. b.     Menurut Pritchard  (1988: 467) mendefinisikan karakter sebagai sesuatu yang berkaitan dengan kebiasaan hidup individu yang bersifat menetap dan cenderung positif.
Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional (2011:10) telah merumuskan materi pendidikan karakter yang mencakup aspek-aspek sebagai berikut: (1) religius, (2) jujur, (3) toleran, (4) disiplin, (5) kerja keras, (6) kreatif, (7) mandiri, (8) demokratis, (9) rasa ingin tahu, (10) semangat kebangsaan, (11) cinta tanah air, (12) menghargai prestasi, (13) bersahabat atau komunikatif, (14) cinta damai, (15) gemar membaca, (16) peduli lingkungan, (17) peduli sosial, tanggung jawab.  Jadi, pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
1.2.     Sastra
Dalam Wikipedia Indonesia, sastra merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar śās- yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu. Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis dan sastra lisan. Maksud dari sastra lisan di sini ialah sastra yang tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.
2.2        Peranan Karya Sastra dalam Pendidikan Karakter
             Sastra dapat dilihat dari berbagai aspek. Dari aspek isi, jelas bahwa karya sastra sebagai karya imajinatif tidak lepas dari realitas. Karya sastra merupakan cermin zaman. Berbagai hal yang terjadi pada suatu waktu, baik positif maupun negatif  direspon oleh pengarang. Dalam proses penciptaannya, pengarang akan melihat fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat itu  secara kritis,  kemudian mereka mengungkapkannya dalam bentuk yang imajinatif. 

 Fungsi sastra adalah dulce et utile, artinya indah dan bermanfaat. Dari aspek gubahan, sastra disusun dalam bentuk, yang apik dan menarik sehingga membuat orang senang membaca, mendengar, melihat, dan menikmatinya. Sementara itu, dari aspek isi ternyata karya sastra sangat bermanfaat. Di dalamnya terdapat nilai-nilai  pendidikan moral yang berguna untuk menanamkan pendidikan karakter.

  Pembelajaran sastra diarahkan pada tumbuhnya sikap apresiatif terhadap karya sastra, yaitu sikap menghargai karya sastra. Dalam pembelajaran sastra ditanamkan tentang pengetahuan karya sastra (kognitif), ditumbuhkan kecintaan terhadap karya sastra (afektif) , dan dilatih keterampilan menghasilkan karya sastra (psikomotor). Kegiatan apresiatif sastra dilakukan melalui kegiatan (1) reseptif seperti membaca dan mendengarkan karya sastra,   menonton pementasan karya sastra, (2)  produktif, seperti mengarang, bercerita, dan mementaskan karya sastra, (3) dokumentatif, misalnya mengumpulkan puisi, cerpen, membuat kliping tentang infomasi kegiatan sastra.

  Pada kegiatan apresiasi sastra  pikiran, perasaan, dan kemampuan motorik dilatih dan dikembangkan. Melalui kegiatan semacam  itu pikiran menjadi kritis, perasaan menjadi peka dan halus, memampuan motorik terlatih. Semua itu merupakan modal dasar yang sangat berarti dalam pengembangan pendidikan karakter.

   Ketika seseorang membaca, mendengarkan, atau menonton pikiran dan perasaan diasah. Mereka harus memahami karya  karya sastra secara kritis dan komprehensif, menangkap tema dan amanat yang terdapat di dalamnya dan memanfaatkannya. Bersamaan dengan kerja pikiran itu, kepekaan perasaan diasah sehingga condong pada tokoh protogonis dengan karakternya  yang baik dan menolak tokoh antagonis yang  berkarakter jahat. 

   Ketika seseorang menciptakan karya sastra, pikiran kritisnya dikembangkan, imajinasinya dituntun ke arah yang positif sebab ia sadar karya sastra harus indah dan bermanfaat. Penulis akan menuangkan imajinasinya sesuai dengan kaidah genre sastra yang dipilihnya. Ia akan memilih diksi, menyusun  dalam bentuk kalimat, menggunakan gaya bahasa yang tepat, dan sebagainya. Sementara itu, pada benak pengarang terbersit keinginan untuk menyampaikan amanat,  menanamkan nilai-nilai moral, baik melalui karakter tokoh, perilaku tokoh, ataupun dialog.  Dalam penulisan karya sastra orisinalitas sangat diutamakan. Pengarang berusaha akan berusaha menghindari penjiplakan apalagi plariarisme. Dengan demikian, nilai-nilai kejujuran sangat dihargai dalam karang- mengarang.

  Dokumentasi sebagai bagian dari kegiatan apresiasi sastra sangat besar sumbangannya terhadap pendidikan karakter. Tidak semua siswa ternyata mampu dan mau mendokumentasikan karyanya dan mengkliping karya orang lain. Pembuatan dokumentasi dan kliping memerlukan ketekuman dan  kecermatan. Mereka harus banyak membaca, kemudian memilih bacaan yang pantas didokumentaikan dan dikliping. Pembuat dokumentasi dan kliping pada umumnya adalah  manusia-manusia yang berpikir masa depan.
                                                  
2.3    Relevansi Sastra terhadap Pendidikan Karakter

    Relevansi sastra sangat mempengaruhi terhadap pendidikan karakter,   Oleh karena itu pendidikan karakter menjadi pekerjaan bersama (khususnya para guru dan orang tua) yang amat penting.

    Pengajaran di sekolah, termasuk pengajaran sastra,  menjadi tumpuan yang sangat vital. Jika kita gagal membentuk karakter yang positif dan unggul pada diri siswa, bisa-bisa masa depan bangsa ini akan semakin terpuruk, kehilangan harapan, atau setidaknya akan kehilangan kepribadian dan gampang dijajah serta ”diperbudak” oleh bangsa lain yang lebih adidaya.
    
     Belajar sastra adalah salah satu keterampilan yang imajinatif dan komunikatif bagi siswa sebagai pencipta maupun penikmat sastra. Di dalamnya terdapat muatan mendidik yang tersirat dan tidak bersifat doktrin. Siswa juga bisa mencerna sesuai dengan perkembangan jiwanya dan membuatnya sangat peka terhadap karya sastra itu sendiri.

      Kenyataan ini menunjukkan bahwa sastra sangat relevan dengan pendidikan karakter. Karya sastra sarat dengan nilai-nilai pendidikan akhlak seperti dikehendaki dalam pendidikan karakter.  Cerita rakyat ”Jaka Tarub” mengajarkan anak mengenai pentingnya menjunjung tinggi nilai kejujuran dan kepercayaan. Cerita binatang ”Pelanduk Jenaka” mengandung pendidikan tentang harga diri, sikap kritis, dan protes sosial. Sementara itu, bentuk puisi seperti pepatah,  pantun, dan bidal penuh dengan nilai pendidikan.
          2.4          Pengaruh Apresiasi Sastra Terhadap Pendidikan Karakter

  Minat terhadap sastra kini mengalami degradasi. Hal ini disebabkan oleh tuntutan jaman yang serba instan dan serba cepat. Karya sastra anak didominasi oleh komik-komik dari luar negeri seperti Spongebob, Dora the Explorer, Naruto, dansebagainya. Bahkan tradisi mendongeng untuk peninabobokan anak sebagai pengantar tidur sang anak sudah tidak menarik lagi bagi seorang anak dan menjadi sesuatu yang sangat asing.
     
       Membaca karya sastra bukan hanya untuk mendapatkan kepuasan karena keindahannya, melainkan juga untuk memperkaya wawasan dan daya nalar. Sastra adalah vitamin batin, karena mengajarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan kepada pembacanya dan memberikan pencerahan. Mengingat peranan sastra dalam pengembangan kepribadian pembacanya, maka pengajaran sastra di sekolah sangatlah penting.
    
           Melalui pengajaran sastra ini, tidak hanya diperkenalkan kekayaan sastra Indonesia dan dunia, tokoh-tokoh dalam kesusastraan, bahkan juga diperkenalkan pada kekayaan isi karya sastra itu sendiri. Dengan membaca dan memahami karya sastra, berarti mencoba memahami kehidupan, mencoba memperoleh nilai-nilai positif dan luhur dari kehidupan, dan pada akhirnya memperkaya batinnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Sidney (dalam Alwasilah, 2001:31) Apresiasi sastra akan berjalan baik jika didasari oleh minat yang tinggi pada karya sastra.
Banyak hal yang dapat diperoleh dari sastra. Haryadi (1994) mengemukakan sembilan manfaat yang dapat diambil dari sastra lama yaitu sebagai berikut:
       1.       Dapat perperan sebagai hiburan dan media pendidikan,
       2.       Isinya dapat menumbuhkan kecintaan, kebanggaan berbangsa dan hormat pada leluhur,
       3.       Isinya dapat memperluas wawasan tentang kepercayaan, adat-istiadat, dan peradaban bangsa,
       4.       Pergelarannya dapat menumbuhkan rasa persatuan dan kesatuan,
       5.       Proses penciptaannya menumbuhkan jiwa kreatif, responsif, dan dinamis,
       6.       Sumber inspirasi bagi penciptaan bentuk seni yang lain,
       7.       Proses penciptaannya merupakan contoh tentang cara kerja yang tekun, profesional, dan rendah hati,
        8.       Pergelarannya memberikan teladan kerja sama yang kompak dan harmonis,
       9.       Pengaruh asing yang ada di dalamnya memberi gambaran tentang tata pergaulan dan pandangan hidup yang luas.


BAB III
PENUTUP

3.1     Kesimpulan
Pengaruh sastra dalam pendidikan karakter tidak hanya didasarkan pada nilai yang terkandung di dalamnya. Pembelajaran sastra  yang bersifat apresiatif pun sarat dengan pendidikan karakter. Kegiatan membaca, mendengarkan, dan menonton karya sastra pada hakikatnya menanamkan  karakter tekun, berpikir kritis, dan berwawasan luas. Pada saat yang bersamaan dikembangkan kepekaan perasaan sehingga siswaakan cenderung cinta kepada kebaikan dan membela kebenaran.
Pada kegiatan menulis karya sastra, dikembangkan karakter tekun, cermat, taat, dan kejujuran. Sementara itu, pada kegiatan dokumentatif dikembangkan karakter ketelitian, dan berpikir ke depan (visioner).
Tingkat apresiasi sastra masyarakat sangat terkait dengan pengajaran sastra di sekolah. Peran lembaga pendidikan sangat penting untuk menumbuhkan sikap apresiatif terhadap karya sastra sejak dini. Pengajaran sastra harus berjalan dengan baik, agar kemampuan dan sikap apresiatif terhadap karya sastra dapat tumbuh secara sehat.

3.2     Saran
      Melalui pengajaran sastra, diharapkan dapat berperan dalam membentuk pendidikan karakter  yang positif. Namun, pembentukan karakter itu tidak akan maksimal, atau bahkan gagal, jika pengajaran sastra gagal dilakukan ditahap pendidikan formal maupun non formal. Jadi peranan karya sastra sangat diperlukan dalam meningkatkan pendidikan karakter, dan harus di perhatikan dalam pendidikan formal maupun nonformal.

DAFTAR PUSTAKA

     Anonim. 2010. Pengembangan Pendidikan dan Karakter Bangsa. tersedia pada  http://www.riaupos.co.id/spesial.php?act=full&id=56&kat=2. Diakses tanggal, 26 September 2011.
            Adicita. 2010. Pardigma Baru Pengajaran Sastra Indonesia. Tersedia pada http://www.adicita.com/artikel/detail/id/600/Paradigma-Baru-Pengaja ran-Apresiasi-Sastra-Indonesia. Di akses tanggal, 26 September 2011.

             Suyanto. 2009. Urgensi Pendidikan Karakter. http:// www. mandikdasmen. depdiknas. go.id/web/pages/urgensi.html. Di akses tanggal, 26 September 2011.

              Pritchard, I. 1988. ”Character \education: Research Prospect and Problem” American Journal of Education. Di akses tanggal, 26 September 2011.

             Haryadi. 1994. Sastra Melayu. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. www.meylanasari.blogspot.com  https://www.facebook.com/tomy.okes.7
              Di akses tanggal, 15 Januari 2017 

               Lubuklinggau http://meylanasari.blogspot.co.id/2017/01/proposal-bahasa-  indonesia-peranan-karya.html  Alwasilah, A. Chaedar, 2001. Language,  Culture, and Education: A Portrait of
Contemporary Indonesia. Bandung: Andir


EmoticonEmoticon