SANTUN BERBAHASA DAN PROBLEMATIKA DALAM KETERAMPILAN BERBICARA

SANTUN BERBAHASA DAN PROBLEMATIKA DALAM KETERAMPILAN BERBICARA



DI
S
U
S
U
N
OLEH  :
NAMA           :  ELIS SUPIYATI
                                                        NPM             :  2012106

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
STKIP – PGRI  LUBUKLINGGAU
2015


DAFTAR ISI

COVER ……………………………………………………………………….. i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ……………………………………………………...1
B.     Rumusan Masalah ………………………………………………….. 2
C.     Tujuan ……………………………………………............................3
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Santun Berbahasa .............................................................  4
B.     Alasan Berbahasa Santun ................................................................... 4
C.     Cara Berbahasa Santun .......................................................................5
D.    Maksim – maksim Kesantunan ...........................................................  5
E.     Kesantunan Kalimat ...........................................................................  6
F.      Penentu Kesantunan ………………………........................................6
G.    Indikator Kesantunan Berbahasa ........................................................  8
H.    Nilai – nilai Kesantunan Berbahasa ...................................................    10
I.       Diksi atau Pilihan Kata ......................................................................   10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................……………………   11
B.  Saran .................... ………………………………………………...  11




                                                          KATA PENGANTAR

           Puji syukur kehadirat Alloh SWT, yang telah memberikan rahmat, petunjuk, dan kesempatan yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pengajaran Bahasa Indonesia.
         

                 Terima kasih penuis ucapkan kepada semua yang telah membantu dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan menyelesaiakan penulisan ini. Segala upaya telah dilakukan untuk menyelesaikan makalah ini, dengan judul SANTUN BERBAHASA DAN PROBLEMATIKANYA DALAM BERBICARA. Namun tidak mustahil apabila dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan masukan dalam penyempurnaan malakah ini.


Semoga makalah ini dapat berguna dan bermafaat bagi kita semua sebagai wahana untuk menambah pengetahuan, sebagai teman belajar, dan referensi tambahan dalam belajar.


                                                                                                   LubukLinggau,   Oktober  2015
Penulis,

Elis Supiyati






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Bahasa merupakan sebuah sarana yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Sesuai dengan fungsinya, bahasa memiliki peran sebagai penyampai pesan antara manusia satu dengan lainnya. Menurut Kridalaksana(1993: 21), bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia pasti menggunakan bahasa untuk berinteraksi satu sama lain. Chaer dan Agustina (2004: 14) menyatakan bahwa secara tradisional dapat dikatakan bahwa fungsi bahasa adalah alat untuk berinteraksi atau sebagai alat komunikasi, dalam arti bahasa digunakan untuk menyampaikan informasi, perasaan, gagasan, ataupun konsep.
Dalam berinteraksi, diperlukan aturan-aturan yang mengatur penutur dan
lawan tutur agar nantinya dapat terjalin komunikasi yang baik diantara keduanya. Aturan-aturan tersebut terlihat pada prinsip kesantunan berbahasa yang dikemukakan oleh Leech (1993: 206).

Dalam berbahasa, manusia perlu memperhatikan adanya kesantunan berbahasa ketika berkomunikasi dengan manusia lainnya. Hal itu bertujuan aga rmanusia bisa menggunakan bahasa yang santun dan tidak melakukan kesalahan dalam berbahasa.
Sebuah tuturan dikatakan santun atau tidak, sangat tergantung pada ukuran kesantunan masyarakat penutur bahasa yang dipakai. Tuturan dalam bahasa Indonesia secara umum sudah dianggap santun jika penutur menggunakan kata-kata yang santun, tuturannya tidak mengandung ejekan secara langsung, tidak memerintah secara langsung, serta menghormati orang lain. Oleh karena itu, kesantunan berbahasa ini perlu dikaji guna mengetahui seberapa bany ak kesalahan atau penyimpangan kesantunan berbahasa pada manusia ketika berkomunikasi satu sama lain.

Dalam berkomunikasi dengan orang lain, kesantunan berbahasa merupakan
aspek yang sangat penting untuk membentuk karakter dan sikap seseorang. Dari penggunaan bahasa seseorang dalam bertutur kepada orang lain, dapat diketahui karakter dan kepribadian yang dimiliki seseorang tersebut.


Bahasa Indonesia yang kini dipakai oleh bangsa Indonesia sebagai bahasa resmi dinegara- negara dan bahasa penghubung / pergaulan setiap hari berasal dari bahasa melayu.sebagai suatu bahasa yang hidup, dipakai oleh rakyat yang terdiri atas berbagai suku bangsa yang masing- masing mempunyai bahasa daerah sendiri- sendiri.
Kutipan dibawah ini,keterangan yang diberikan oleh ke Menterian PD-dan K tentang kedudukan,fungsi serta pertumbuhan bahasa Indonesia.
1.      Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Republik Indonesia  dan bahasa Kesatuan untuk segenap golongan dan semua lapisan masyarakat Indonesia seluruhnya
2.      Bahasa Indonesia adalah bahasa pengantar pada semua macam sekolah serta bahasa penghubung antara setiap orang bangsa Indonesia dengan yang lain.
3.      Bahasa Indonesia kini sedang tumbuh dan dalam tumbuhnya menerima semua anarsir yang berasal dari bahasa daerah yang memang dapat memperbaiki serta memperkaya penbendaharaan kata-katanya, sedang corak dan bentuknya akhirnya ditetapkan oleh masyarakat Indonesia.
Jelas dapat dilihat diatas bahwa bahasa Indonesia bukan hanya bahasa resmi di Negara Republik Indonesia, melainkan merupakan bahasa kesatuan.bahasa penghubung,bahasa pergaulan,dan bahasa pengantar di Sekolah- sekolah dari sekolah taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.
Menurut Filsafat : bahasa adalah ucapan pikiran dan perasaan manusia dengan mempergunakan alat bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia sebagai alat komunikasi antar anggota manusia.Bentuk bahasa ada 2 macam yaitu :
1.Bahasa lisan adalah ujaran berupa leretan bunyi yang diucapkan oleh manusia sebagai alat komunikasi antara pembicara / penutur dengan pendengar.
2.Bahasa Tulisan adalah bunyi bahasa yang dilambangkan dalam tulisan berupa leretan huruf sebagai alat komunikasi antara penulis  / pengarang dengan pembaca .  
.
B. Rumusan Masalah
1.     Apakah yang dimaksud dengan santun berbahasa?
2.     Mengapa berbahasa santun?
3.     Bagaimana cara berbahasa santun?
4.     Apa saja maksim-maksim kesantunan itu?
5.     Hal-hal apa yang menjadi kesantunan kalimat?
6.     Apa faktor penentu kesantunan?
7.     Apa saja indikator kesantunan berbahasa Indonesia?
8.     Apa nilai-nilai pendukung kesantunan berbahasa?
9.     Apa pengertian diksi atau pilihan kata?
C.      Tujuan
      1.      Mengetahui pengertian santun berbahasa.
      2.      Mengetahui alasan berbahasa santun.
      3.      Mengetahui cara berbahasa santun.
      4.      Mengidentifikasi maksim-maksim kesantunan..
      5.      Mengetahui kesantunan kalimat.
      6.      Mengetahui penentu kesantunan.
      7.      Mengetahui indikator kesantunan berbahasa.
      8.  Mengetahui nilai-nilai pendukung kesantunan berbahasa.
      9.  Mengetahui diksi atau pilihan kata


                                                            BAB II
PEMBAHASAN

       A.      Santun Berbahasa
Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur atau penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca. Bahasa yang benar adalah bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah yang berlaku. Seseorang sedang berkomunikasi dalam situasi tidak resmi, mereka menggunakan kaidah bahasa tidak resmi. Ketika seseorang sedang menulis karya ilmiah untuk makalah, skripsi, tesis, atau disertasi mereka menggunakan kaidah bahasa baku. Jika penulis sedang memerankan tokoh pejabat, maka bahasa yang digunakan adalah kaidah bahasa resmi. Masih ada satu kaidah lagi yang perlu diperhatikan yaitu kesantunan. Ketika seseorang sedang berkomunikasi, hendaknya disampaikan baik dan benar juga santun. Kaidah kesantunan dipakai dalam setiap tindak bahasa. Agar pemakaian bahasa terasa semakin santun, penutur dapat berbahasa menggunakan bentuk-bentuk tertentu yang dapat dirasa sebagai bahasa santun, seperti:

1.        Menggunakan tuturan tidak langsung biasanya terasa lebih santun jika dibandingkan dengan tuturan yang diungkapkan secara langsung.
2.        Pemakaian bahasa dengan kata-kata kias terasa lebih santun dibandingkan dengan pemakaian bahasa dengan kata-kata lugas.
3.        Ungkapan memakai gaya bahasa penghalus terasa lebih santun dibandingkan dengan ungkapan biasa.
4.        Tuturan yang dikatakan berbeda dengan yang dimaksud biasanya tuturan lebih santun
5.        Tuturan yang dikatakan secara implisit biasanya lebih santun dibandingkan dengan tuturan yang dikatakan secara eksplisit.

       B.       Alasan Berbahasa secara Santun
Bahasa merupakan alat komunikasi, berkomunikasi merupakan interaksi antara penutur dengan mitra tutur. Ada tiga hal penting ketika penutur berinteraksi dengan mitra tutur.
Pertama, mitra tutur diharapkan dapat memahami maksud yang disampaikan oleh penutur. Kedua, setelah mitra tutur memahami maksud penutur, mitra tutur akan mencari aspek tuturan yang lain.
Ketiga, tuturan penutur kadang-kadang juga disimak oleh orang lain (orang ketiga) yang sebenarnya tidak berkaitan langsung dengan komunikasi antar penutur dengan mitra tutur.
Berbahasa dan berprilaku santun merupakan kebutuhan setiap orang, bukan sekedar kewajiban. Seseorang berbahasa dan berprilaku santun sebenarnya lebih dimaksudkan sebagai wujud aktualisasi diri. Setiap orang harus menjaga kehormatan dan martabat diri sendiri. Hal ini dimaksudkan agar orang lain juga mau menghargainya.Inilah hakikat berbahasa secara santun.

C.      Cara Berbahasa Santun
Santun tidaknya pemakaian bahasa dapat dilihat setidaknya dari dua hal, yaitu pilihan kata (diksi) dan gaya bahasa. Pilihan kata yang dimaksud adalah ketepatan pemakaian kata untuk mengungkapkan makna dan maksud dalam konteks tertentu sehingga menimbulkan efek tertentu pada pada mitra tutur. Setiap kata, di samping memiliki makna tertentu juga memiliki daya (kekuatan) tertentu.
Kesanggupan menggunakan gaya bahasa seorang penutur dapat terlihat tingkat kesantunannya dalam berkomunikasi. Ada beberapa gaya bahasa yang dapat digunakan untuk melihat santun tidaknya pemakaian bahasa dalam bertutur yaitu:

1.        Majas Hiperbola yaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang memperbandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain secara berlebihan.
2.        Majas Perumpamaan yaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal yang berlainan, tetapi dianggap sama. 
3.        Majas  Metafora yaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan maupun menambah daya bahasa tuturan.
4.        Majas  Eufemisme yaitu salah satu jenis gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal dengan menggunakan pembanding yang lebih halus.

      D.             Maksim-Maksim Kesantunan
Tarigan (1990) dan Rahardi (2003) telah menerjemahkan maksim-maksim di dalam prinsip kesantunan berbahasa yang disampaikan oleh Leech (1983) di atas secara berturut-turut sebagai berikut:
1.    Maksim Kebijaksanaan, kurangi kerugian orang lain dan tambahi keuntungan orang lain
2.    Maksim Kedermawanan, kurangi keuntungan diri sendiri dan tambahi pengorbanan diri sendiri
3.    Maksim Penghargaan, kurangi keuntungan diri sendiri dan tambahi pengorbanan diri sendiri
4.    Maksim Kesederhanaan, kurangi pujian pada diri sendiri dan tambahi cacian pada diri sendiri
5.    Maksim Permufakatan, kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain dan tingkatkan kesesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.
6.    Maksim Simpati, kurangi antipati antara dri sendiri dengan orang lain
Perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain
(Tarigan, 1990: 82-83)


       E.      Kesantunan Kalimat
Ninik dalam bukunya yan g berjudul Cermat dalam Berbahasa Teliti dalam Berfikir (2007:142) mengatakan bahwa ada beberapa hal yang membuat sebuah kalimat menjadi santun. Diantaranya adalah:
1.      Kehematan
Gagasan yang tercantum dalam kalimat sering kali tidak tersampaikan karena penggunaan kata yang boros. Sehingga semakin hemat kita memakai kata akan semakin santun.
2.      Kecermatan
Prinsip berarti cermat dan tepat menggunakan diksi. Agar tercapai kecermatan dan ketepatan diksi. Yang perlu dihindari adalah penanggalan awalan, peluluhan bunyi /c/, bunyi /s/, /p/, /t/, dan /k/ yang idak luluh, dan hindari pemakaian kata ambiggu.
3.      Kesejajaran
Agar kalimat terlihat rapi dan bermakna sama, kesejajaran dalam kalimat diperlukan. Kesejajaran adalah penggunaan bentuk-bentuk yang sama pada kata-kata yang berpararel.
4.      Keharmonisan
Keharmonisan adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang menggungkapkan pikiran secara utuh, memiliki unsur gramatikal terdapat subjek dan predikat, serta memiliki kesenyapan. Keharmonisan kalimat artinya setiap kalimat yang kita buat harus harmonis antara pola berfikir dan struktur bahasa. 
5.      Kelogisan
Kelogisan berhubungan dengan bernalar atau tidaknya sebuah kalimat. Kelogisan bisa terjadi karena isi kalimat atau struktur kalimat yang dibangun.

      F.      Penentu Kesantunan
           1.    Faktor Penentu Kesantunan
Faktor kesantunan adalah segala hal yang dapat memengaruhi pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun. Faktor kesantunan dari aspek kebahasaan dapat diidentifikasi sebagai berikut. Aspek penentu kesantunan dalam bahasa verbal lisan, antara lain aspek intonasi, aspek nada bicara, faktor pilihan kata, dan faktor struktur kalimat.
Dalam bahasa lisan, kesantunan juga dipengaruhi oleh faktor bahasa nonverbal, seperti gerak gerik anggota tubuh, kerlingan mata, gelengan kepala, acungan tanggan, kepalan tangan, tangan kerkacak pinggang, dan sebagainya. Faktor penentu kesantunan yang dapat diidentifikasi dari bahasa verbal tulis, seperti pilihan kata yang berkaitan dengan nilai rasa, panjang pendeknya struktur kalimat, ungkapan, gaya bahasa, dan sebagainya.
Faktor penentu kesantunan dari aspek nonkebahasaan berupa pranata sosial budaya masyarakat, pranata adat, seperti jarak bicara antara penutur dan mitra tutur dan sebagainya. 

    2.    Faktor yang dapat Menggagalkan Komunikasi
Banyak faktor yang menyebabkan komunikasi dapat gagal, antara lain:
a)      Mitra tutur tidak    memiliki informasi lama sebagai dasar memahami informasi baru yang disampaikan penutur
b)      Mitra tutur tidak tertarik dengan isi informasi yang disampaikan penutur
c)      Mitra tutur tidak berkenan dengan cara menyampaikan informasi si penututur
d)     Apa yang diinginkan memang tidak ada atau tidak dimiliki oleh mitra tutur
e)      Mitra tutur tidak memahami yang dimaksud oleh penutur
f)     Jika menjawab pertanyaan, mitra tutur justru melanggar kode etik.

    3.    Faktor Kebahasaan sebagai Penanda Kesantunan
Faktor yang menentukan santun tidaknya pemakaian baha sa ditentukan oleh dua hal, yaitu faktor kebahasaan, dan faktor non-kebahasaa. Faktor kebahasaan yang dimaksud adalah segala unsur yang berkaitan dengan masalah bahasa, baik bahasa verbal maupun bahasa nonverbal. Faktor kebahasaan verbal yang dapat menentukan kesantunan dapat dideskripsikan sebagai berikut :
a)      Pemakaian diksi
b)   Pemakaian gaya bahasa (majas metafora, majas personifikasi, majas peribahasa, majas perumpamaan).

    4.    Faktor Non kebahasaan  sebagai Penentu Kesantunan
Ketikka orang berkomunikasi, penutur tidak hanya melibatkan faktor bahasa. Faktor-
faktor nonkebahasaan juga ikut menentukan kesantunan sebagai berikut :
a) Topik pembicaraan
b) Konteks situasi komunikasi.




      G.  Indikator Kesantunan Berbahasa Indonesia
Indikator adalah penanda yang dapat dijadikan penentu apakah pemakaian bahasa Indonesia si penutur itu santun ataukah tidak. Penanda-penanda tersebut dapat berupa unsur kebahasaan maupun unsur nonkebahasaan. 
    1.    Indikator Kesantunan Menurut Dell Hymes (1978) antara lain :
a)    Mengacu pada tempat dan waktu terjadinya komunikasi
b)    Mengacu pada orang yang terlibat komunikasi
c)    Mengacu pada tujuan yang ingin dicapai pada komunikasi
d)   Mengacu pada bentuk dan pesan yang ingin disampaikan
e)    Mengacu pada pelaksanaan percakapan
f)     Mengacu pada norma prilaku partisipan dalam berkomunikasi
g)  Mengacu pada ragam santai

    2.    Indikator Kesantunan Menurut Grace (2000), menyatakan bahwa santun tidaknya
pemakaian bahasa dapat ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut:
a)        ketika berbicara harus mampu menjaga martabat mitra tutur agar tidak merasa dipermalukan
b)        Ketika berkomunikasi tidak boleh mengatakan hal-hal yang kurang baik mengenai mitra tutur atau orang atau barang yang ada kaitannya dengan mitra tutur
c)        Tidak boleh mengungkapkan rasa senang atas kemalangan mitra tutur
d)       Tidak boleh menyatakan ketidaksetujuan dengan mitra tutur sehingga mitra tutur merasa jatuh harga dirinya
e)     Tidak boleh memuji diri sendiri atau membanggakan nasib baik atau kelebihan diri sendiri.

    3.    Indikator Kesantunan Menurut Leech (1983), memandang prinsip kesantunan sebagai
”piranti” untuk menjelaskan mengapa penutur sering bertutur secara tidak langsung dalam mengungkapkan maksudnya (implikatur). Meski tidak mengunakna implikatur, tuturan dapat dikatakan santun, jika ditandai dengan hal-hal sebagai berikut :
a)        Tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur (maksim kebijaksanaan)
b)        Tuturan lebih baik menimbulkan kerugian pada penutur (maksim kedermawanan)
c)        Tuturan dapat memberikan pujian kepada mitra tutur (maksim pujian)
d)       Tuturan tidak memuji diri sendiri (maksim kerendah hatian)
e)        Tuturan dapat memberikan persetujuan kepada mitra tutur (maksim kesetujuan)
f)         Tuturan dapat mengungkapkan rasa simpati terhadap yang dialami oleh mitra tutur (maksim simpati).
g)    Tuturan dapat mengungkapkan sebanyak-banyaknya rasa senang pada mitra tutur (maksim pertimbangan)

4.    Indikator Kesantunan Menurut Pranowfo (2005), bahwa agar komunikasi dapat terasa  
santun, tuturan ditandai dengan hal-hal berikut.
a)        perhatikan suasana perasaan mitra tutur (angon rasa)
b)        pertemukan perasaan Anda dengan perasaan mitra tutur (angon rasa)
c)        jagalah agar tuturan dapat diterima oleh mitra tutur (empan papan)
d)       jagalah agar tuturan memperlihatkan rasa ketidakmampuan penutur dihadapan mitra tutur      (sifat rendah hati)
e)        jagalah agar tuturan memperlihatkan mitra tutur diposisii lebih tinggi ( sikap hormat )
f)      jagalah agar tuturan selalu memperhatikan apa yang dikatakan kepada mitra tutur juga dirasakan oleh penutur (sikap tepa selira)

     5.    Implementasi Indikator Kesantunan dalam Pemakaian Bahasa secara teoritis, semua orang
harus berbahasa secara santun. Setiap orang wajib menjaga etika dalam berkomunikasi agar tujuan komunikasi dapat tercapai. Bahasa merupakan alat untuk berkomunikasi dan saat menggunakan bahasa juga harus memerhatikan kaidah-kaidah berbahasa baik kaidah linguistik maupun kaidah kesantunan agar tujuan berkomunikasi dapat tercapai.

    6.    Cara Menyampaikan Maksud, beberapa cara menyampaikan maksud agar tuturan dapat
dikatakan santun dapat dijelaskan sebagai berikut.
a)        rasa nrima (menerima keadaan seperti adanya)
b)        sikap ngalah demi rasa solidaritas
c)        sikap ngalah demi rasa hormat
d)       sikap tenggang rasa
e)     sikap empan papan (menyesuaikan diri dengan waktu dan tempat).

     
     H.        Nilai-nilai Pendukung Kesantunan Berbahasa
Dalam berkomunikasi dengan santun, ada beberapa nilai-nilai etnis yang dapat diterima oleh seluruh atau sebagian besar masyarakat etnis lain dan dapat diserap untuk menumbuh kembangkan kesantunan berbahasa. Yaitu,
a. sikap rendah hati,
b. sikap empan papan,
c. sikap menjaga perasaan,
d. sikap mau berkorban,
e. sikap mawas diri.
Dengan nilai-nilai ini diharapkan tercipta hubungan harmonis antar sesama.

      I.      Diksi atau Pilihan Kata
Pengertian diksi atau pilihan kata jauh lebih luas dari pada apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu. Menurut Keraf dalam bukunya yang berjudul Diksi dan Gaya Bahasa (1984:22-23), ada tiga kesimpulan utama mengenai diksi atau pilihan kata.
 Pertama, pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu   gagasan, bagaimana membentuk pengelompokkan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
 Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu                                                           

                                              BAB III
PENUTUP

     A.    Simpulan
Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur atau penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca. Bahasa yang benar adalah bahasa yang dipakai sesuai dengan kaidah yang berlaku.
Santun tidaknya pemakaian bahasa dapat dilihat setidaknya dari dua hal, yaitu pilihan kata (diksi) dan gaya bahasa. Jenis-jenis majas: Majas Hiperbola, Majas Perumpamaan, Majas Metafora, dan Majas Eufemisme.
Maksim-maksim kesantunan menurut Tarigan, antara lain: maksim kebijaksanaan, maksim kedermawanan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim permufakatan, dan maksim simpati.
Beberapa hal yang membuat sebuah kalimat menjadi santun. Diantaranya adalah: kehematan, kecermatan, kesejajaran, keharmonisan, dan kelogisan.
Penentu Kesantunan:
      1.      Faktor Penentu Kesantunan
      2.      Faktor yang dapat Menggagalkan Komunikasi
      3.      Faktor Kebahasaan sebagai Penanda Kesantuna
      4.      Faktor Nonkebahasaab sebagai Penentu Kesantunan
 Nilai-nilai pendukung kesantunan berbahasa antara lain: (a) sikap rendah hati, (b) sikap empan papan, (c) sikap menjaga perasaan, (d) sikap mau berkorban, (e) sikap mawas diri. Dengan nilai-nilai ini diharapkan tercipta hubungan harmonis antar sesama.
Pengertian diksi atau pilihan kata jauh lebih luas dari pada apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu.

      B.     Saran
Kesantunan dalam berbahasa itu penting bagi seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Hal tersebut dilakukan untuk saling menghormati. Selain itu, bahasa yang baik dari seseorang menggambarkan karakter orang tersebut. Melalui bahasa yang santun orang akan lebih dihormati oleh lawan bicara. Tutur kata dan penggunaan bahasa yang santun sangat diperlukan bagi siapa saja, khususnya bagi siswa SD yang merupakan pembentukan karakter serta bahasa awal bagi anak. Selanjutnya, calon guru dan guru harus memahami dan mengerti betul tentang santun berbahasa sebagai bekal untuk mengajarkannya pada siswa SD.


DAFTAR PUSTAKA

Chaer. Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa Indonesia. Jakarta. Reneka Cipta.
Pranarka. 1979. Pragmatik Kesantunan Berbahasa dengan Perkembangan Kebudayaan. Jakarta. Pusat Perkembangan Bahasa.
Pranowo. 2008. Berbahasa Secara Santun. Jakarta. Reneka Cipta.
Tarigan. 1987. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung. Angkasa.
www.meylanasari.blogspot.com http://meylanasari.blogspot.co.id/2017/01/santun-berbahasa-dan-problematika-dalam.html


EmoticonEmoticon